Freddy Budiman berusaha menghindari timah panas regu tembak dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan grasi terkait kasus narkotika yang membelitnya. Jaksa pun membombardir Freddy untuk meminta kepastian kapan dia akan mengajukan PK.
"Freddy Budiman ternyata telah menentukan sikap untuk mengajukan PK dan grasi, tapi belum menentukan kapan waktunya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Tony T Spontana ketika dikonfirmasi, Sabtu (25/4/2015).
Lantaran Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur mengenai tenggat waktu pengajuan PK masih dibahas di Kementerian Hukum dan HAM, jaksa pun mengaku pro aktif dengan terus menyurati Freddy mengenai kepastian kapan dia mengajukan PK. Jaksa kali ini tak ingin tinggal diam dan menunggu saja.
"Kali ini kami pro aktif sembari menunggu PP yang masih dibahas kan. Kami somasi terus kapan Freddy akan mengajukan PK, kapan kita tunggu kepastiannya," kata Tony.
Pihak kejaksaan saat ini tengah mempersiapkan pelaksanaan eksekusi mati bagi 10 terpidana mati. Setelah itu, jaksa juga sedang mempersiapkan pelaksanaan eksekusi selanjutnya, tapi nama Freddy belum masuk ke dalam daftar eksekusi mati.
Padahal aksi Freddy terbilang seperti tak kenal ampun. Meski telah dipidana mati, Freddy tak kapok dan mengendalikan bisnis haram dari balik jeruji besi.
Jaringan Freddy kembali terungkap dari pengintaian penyidik Ditipid Narkoba Bareskrim Polri sejak tanggal 7 April 2015. Alhasil 50 ribu pil ekstaksi dari Belanda, 800 gram shabu dari Pakistan dan 122 lembar narkotika jenis baru CC4 dari Belgia disita polisi dari kelompok Freddy.
11 Kaki tangan Freddy kemudian ditahan, yakni Yanto, Aries, Latif, Gimo, Asun, Henny, Riski, Hadi, Kimung, Andre dan Asiong. Seorang WN Belanda bernama Laosan alias Boncel menjadi DPO penyidik Polri. Namun ternyata 3 di antara kaki tangan Freddy adalah saudara kandungnya.
Lantaran Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur mengenai tenggat waktu pengajuan PK masih dibahas di Kementerian Hukum dan HAM, jaksa pun mengaku pro aktif dengan terus menyurati Freddy mengenai kepastian kapan dia mengajukan PK. Jaksa kali ini tak ingin tinggal diam dan menunggu saja.
"Kali ini kami pro aktif sembari menunggu PP yang masih dibahas kan. Kami somasi terus kapan Freddy akan mengajukan PK, kapan kita tunggu kepastiannya," kata Tony.
Pihak kejaksaan saat ini tengah mempersiapkan pelaksanaan eksekusi mati bagi 10 terpidana mati. Setelah itu, jaksa juga sedang mempersiapkan pelaksanaan eksekusi selanjutnya, tapi nama Freddy belum masuk ke dalam daftar eksekusi mati.
Padahal aksi Freddy terbilang seperti tak kenal ampun. Meski telah dipidana mati, Freddy tak kapok dan mengendalikan bisnis haram dari balik jeruji besi.
Jaringan Freddy kembali terungkap dari pengintaian penyidik Ditipid Narkoba Bareskrim Polri sejak tanggal 7 April 2015. Alhasil 50 ribu pil ekstaksi dari Belanda, 800 gram shabu dari Pakistan dan 122 lembar narkotika jenis baru CC4 dari Belgia disita polisi dari kelompok Freddy.
11 Kaki tangan Freddy kemudian ditahan, yakni Yanto, Aries, Latif, Gimo, Asun, Henny, Riski, Hadi, Kimung, Andre dan Asiong. Seorang WN Belanda bernama Laosan alias Boncel menjadi DPO penyidik Polri. Namun ternyata 3 di antara kaki tangan Freddy adalah saudara kandungnya.
